Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

soal ANAK BABI dan MELUKIS MODEL


"Malam-malam Panjang", 
Karya Herri Soedjarwanto

Cerita dan fakta di balik lukisan. 


Seorang ibu muda , di tengah pelosok desa Pejeng, terjaga ditengah malam tak bisa tidur menunggui anaknya yang tertidur pulas kelelahan di lokasi dapur rumahnya, . Pikirannya berkecamuk, memikirkan masa depan anaknya yang suram dan tak jelas.  

Lukisan ini sengaja kupasang disini untuk mengingatkan semangat kerja keras dan kemandirian  Ketut, bocah desa  yang luar biasa. Selain di dalam lukisan ini, Ketut banyak sekali menjadi model untuk lukisanku yang lain.

..
*Model Lukisan dan Anak babi.* 

Menarik sekali melihat banyak anak “super” di desa Pejeng Bali di sekitarku tinggal. Anak-anak  SD ini berangkat sekolah membawa dagangan pisang goreng dan lain-lain. Sepulang sekolah mereka  ini membantu orang tua mereka di sawah, menggembala sapi, mencari rumput, memelihara babi,  mencari air dan sebagainya . 

Si Ketut, anak kecil yang tertidur pulas kelelahan itu adalah salah satunya. Karena setiap kali kulukis selalu tertidur, akhirnya aku yang mengalah, menyesuaikan jam kerja melukisku dengan jadwal tidurnya. Jadi, aku melukis dia setiap  malam didapur itu, saat Ketut akan tidur sekitar jam 9 malam , sampai bangun pagi untuk siap bersekolah esok harinya. ( lukisan itu dilukis langsung dengan model dan backgroundnya, tanpa bantuan foto ).

Kukenal Ketut  sewaktu ia menjual seember air yang disunggi di kepalanya dengan harga 100 (seratus) rupiah, kepadaku. Padahal air itu diambil dan disungginya dari sumber air yang jauh dan masih harus berjalan masuk, naik turun ke jurang yang dalam pula. 

Kutawari dia untuk kulukis dengan bayaran 1000 (seribu) rupiah perhari. Dia mau. Orang tuanyapun  setuju dan bahkan senang sekali. Tapi minta agar si Ketut ini jangan diberi uang setiap hari. Katanya: "Ketut minta  dibayar dengan seekor kucit". (anak babi, dalam bahasa Bali). 

Anak babi?... ya..betul.gak salah! 
Ternyata anak ini pintar juga, anak babi (kucit) yang waktu itu ( sekitar tahun delapan puluhan) harganya Rp 12.500,-  setelah dipelihara selama 6 bulan saja,  babi kecil lucu itu akan “membengkak” besar dan harganya bisa mencapai  Rp 60.000,- sampai 80.000,- 

Padahal memeliharanya gampang, hanya dilepas berkeliaran di jalan , di halaman atau sekitar kebun saja mereka akan cari makan sendiri. Hanya kadang-kadang diberi limbah dari dapur atau sisa makanan. Juga batang pisang dicacah dan daun ubi yang semuanya ada di kebun. 

Hebat...mereka seperti menabung dengan bunga tinggi... +/- 100% perbulan. ..Sungguh sebuah kearifan lokal ( local wisdom )... kecil, sepele,  tapi luar biasa... 

Maka.. sejak saat itu aku sering kali membayar model dengan seekor anak babi ( kucit ).***

(catatan: lukisan dikoleksi "Istana Cendana" Jakarta, )

1 komentar:

tulis komentar, pertanyaan, usul / saran disini